Namanya pernah mengalami kegagalan dalam berumah tangga dengan perpisahan yang tidak menyenangkan. Terkadang saat dekat dengan seorang lelaki dan sudah mulai ke arah hubungan serius, aku memiliki pertanyaan krusial seperti ini.
“Seandainya menikah dan Allah
tidak mengijinkan kita punya anak dari kamu. Apa yang kamu lakukan?”
Pertanyaan itu kerap kali aku
utarakan karena di pernikahan pertamaku pernah mengalami penantian cukup
panjang untuk memiliki anak. Bahkan perkara anak yang tidak hadir membuat
sebuah alasan yang tidak masuk akal oleh mantan suami.
Cerita, Menikahi Perempuan Lain agar Istri Hamil
Dari beberapa lelaki yang pernah
aku tanyakan. Respon mereka beraneka ragam. Ada yang pura-pura tidak mendengar
pertanyaanku, alias dicuekin. Ada pula yang menjawab.
“Urusan punya anak, kita
bicarakan nanti aja.”
“Nanti kita bisa minta bantuan
mamaku untuk bantu kamu kalau memang tidak hamil-hamil.”
“Berat banget sih pertanyaannya.
Aku pengen nikah sama kamu, tapi soal anak juga penting, kan.”
Dari beberapa jawaban diatas.
Sungguh jawabannya tidak memuaskan. Padahal mereka tahu, aku sudah memiliki
seorang anak perempuan. Entah kenapa, mereka tidak membahas sedikitpun
tentangnya.
Namun, ada satu lelaki yang
memiliki jawaban yang membuatku sangat terharu. Bahkan membuatku senyum dalam
diam di belakang punggungnya saat berboncengan di atas motor.
“Kamu kan sudah punya anak. Kalau
memang kamu tidak hamil lagi dari aku. Kita besarkan aja anakmu, kita didik bareng.
Toh, saat nikah nanti, anakmu akan jadi anakku juga.”
Jawaban itu kian meyakinkan aku
untuk membawa namanya dalam sepertiga malam. Hingga ikrar janji suci terucap.
Ujian Pra Nikah
Setelah berusaha berdamai dengan
kehilangan sosok Mama yang telah berpulang keharibaan. Aku mencoba menata
pikiranku kembali. Bangkit dalam ilusi yang menyesatkan, kalau aku tidak
membutuhkan pendamping hidup. Kehilangan Mama memecahkan ilusi tersebut. Benar
kata Mama, aku butuh seorang lelaki untuk menjalani hidup.
Aku putar haluan dalam berdoa.
Minta diberi petunjuk agar dipertemukan jodoh yang aku butuhkan sebagai teman
hidup. Hingga akhirnya doa itu diijabah. Allah kembali hadirkan seorang lelaki
yang bersungguh-sungguh ingin menjadikan aku pendamping hidupnya. Meskipun
pernah aku abaikan selama bertahun-tahun. Namun, kegigihannya meluluhkan
pertahananku.
“Kasih waktu aku setahun.
InshaAllah lebaran haji tahun depan aku akan nikahin kamu.” Janji pertama yang
diucapkan oleh lelaki pilihan Allah dihadapan pusara kedua orang tuaku.
Setelah janji pertama terucap.
Lelaki itu meyakinkan aku dengan tindakan nyata. Menabung untuk pernikahan.
Berjalannya waktu, tabungan sudah terkumpul sesuai rencana pernikahan.
Pernikahan sederhana yang hanya dihadirkan kedua keluarga dan orang-orang
terdekat. Intimate wedding.
Katanya, saat pasangan sudah
berkomitmen ke hubungan yang lebih serius pasti akan mengalami ujian pra nikah.
Begitu pun aku dan dia. Kalau dilihat dari persiapan finansial, tidak ada
kendala sama sekali. Dari segi keluarga pun, keduanya sudah merestui dan
menerima anakku dengan sepenuh hati. Hanya saja, sepertinya dia yang belum siap
dengan dirinya sendiri. Entah apa yang ada dipikirannya, aku sungguh tak paham. Dia selalu menghindar saat aku membahas tentang pernikahan.
Lebaran haji sudah beberapa bulan
lagi, tapi dia belum melamarku secara resmi. Keluarganya belum menemui
keluargaku. Tiap kali kubahas lamaran dan pertemuan keluarga, dia selalu mengelak.
Sampai aku merasa, dia tidak benar-benar ingin menikah denganku.
Akhirnya aku ambil keputusan untuk mengembalikan semua tabungan pernikahan. Kuselipkan surat sebagai penjelasan, kalau aku kecewa. Kembali kublokir nomornya seperti di awal-awal pertemuan. Ingin beri ruang untuknya berpikir, seberapa penting diriku untuk dinikahi.
Untung saja, aku masih tetap meminta pertolongan Allah. Sehingga dikirimkannya pertolongan dalam bentuk perantara agar hubungan kami kembali menuju rencana awal. Pernikahan.
Seperti Tahu Bulat, Dadakan
Tiga hari sebelum Ramadhan. Dia
datang menemui keluargaku dengan gaya koboinya (hanya mengenakan jeans, kaos, topi, dan jaket merah). Datang dengan ditemani bapak, adik, dan keponakannya. Kalah jumlah
dengan anggota keluargaku yang begitu ramai menyambut kehadiran mereka.
"Itu calon lelakinya lagi masuk angin kali, ya. Jaketnya gak dilepas," celetuk seorang saudari melihat penampilan dia.
![]() |
Memasuki Ramadhan, aku berpacu
dengan waktu untuk menyiapkan berkas-berkas dokumen pernikahan. Hampir semua lembaga pemerintahan akan berhenti menerima berkas apapun satu minggu sebelum Idul Fitri.
Akan dibuka kembali setelah libur lebaran. Termasuk perangkat kelurahan dan
kantor KUA.
Sembari menyiapkan berkas dokumen. Akupun sibuk mengurus undangan, souvenir, venue, catering, dan segala tetek bengek
sebelum hari H. Semuanya dilakuin sendiri dan dibantu calon adik ipar. Rasanya
puasa Ramadhan Tahun 2025 buat otakku ngebul.
"Bissmillahirrahmanirrahim." Hanya kalimat basmallah selalu kuselipkan dalam ucap saat mengurus persiapan nikah.
Jumat, 19 Syawal 1446 Hijriyah
Satu hari sebelum acara
pernikahan. Kawasan menuju venue terjadi ceos. Akibat pelabuhan petik kemas
mengalami error sistem di pintu masuk. Menyebabkan kemacetan panjang
berkilo-kilo meter.
Waktu menunjukkan pukul 24.00 WIB dan kemacetan masih terjadi. Kakak dan adik beserta keluarga yang terjebak macet membagikan cerita saat di jalanan. Perjalanan yang biasanya ditempuh hanya 2 jam, hari itu butuh waktu 5 jam untuk sampai rumah.
Apa kabarnya esok hari, saat hari pernikahan. Apakah jalanan Tanjung Priuk masih kacau seperti malam ini? Ketakutan-ketakutan
itu kubawa dalam salat dan minta pertolongan-Nya.
Pernikahan kami atur pada tanggal masehi 18 April 2025, pukul 13.00 WIB setelah salat Jumat. Pagi hari sebelum acara, aku bersama adik menyempatkan diri mengunjungi pusara kedua orangtuaku. Ingin mendapatkan berkah atas acara pernikahan yang mamaku inginkan semasa hidupnya. Saat perjalanan kembali ke rumah, jalanan terlihat lenggang. Dapat kabar dari calon adik ipar, katanya diberlakukan jalur buka tutup di titik pintu pelabuhan.
Detik-detik acara berlangsung,
dia belum terlihat batang hidungnya. Hanya Bapak dan keluarganya yang sudah
hadir di venue. Saat riasanku sudah selesai, dia masih belum muncul. Dalam hati
mulai muncul pikiran buruk, apa dia kabur.
Berapa menit sebelum acara dimulai.
Tergesa dia menaiki ruang rias yang berada di rooftop. Meminta pakaian pengantin
dan bergegas menuju toilet.
“Aku tadi salat jumat dulu,”
katanya singkat sebelum kucecar dengan kemarahan.
Ruang rias di rooftop merupakan
area keamanan venue, sebuah restoran bertingkat tiga. Dimana ruangan itu
menampilkan monitor CCTV dari semua area restoran. Begitu jelas terlihat area
utama di lantai dua, tempat berlangsungnya prosesi akad. Tidak dapat dipungkiri,
meskipun ini pernikahan yang kedua bagiku. Rasa gugup tetap hadir. Apalagi dia
yang baru pertama kalinya. Nampak jelas kegelisahannya dalam layar monitor.
Dalam rundown acara, sudah
dijelaskan bahwa aku akan turun ke area utama setelah dia ucapkan akad nikah.
Sesuai keinginan anak perempuanku. Dia jadi pendamping pengantin menuruni
tangga. Binar mata dan senyum yang terukir dibibirnya menyiratkan betapa
bahagianya dia. Penantian panjang memiliki seorang ayah selama 7 tahun, akhirnya
terwujud.
Awal Baru
Awal pertemuanku beberapa tahun lalu,
saat Wulan berusia tiga tahun. Hingga saat setelah resmi menjadi suamiku. Sikapnya
tetap jujur. Benar-benar memperlakukan Wulan seperti anaknya sendiri. Tidak
terlihat memaksakan diri untuk menyukai anak yang bukan darah dagingnya.
Semoga doa-doa sakinnah, mawwadah, warrahmah dapat kami
penuhi. Semoga Allah subhanahuta’ala meridhoi rumah tangga kami. Aamiin.
Awal baru ini merupakan amanah baru bagi kami. Sebuah rumah tangga yang harus kami bangun dan bina sesuai ajaran Allah dan Para Nabi. Semoga rumah tangga kami selalu di ridhoi-Nya, hingga kami dapat menjalani amanah yang baru lagi.
Kami tidak mengenal satu sama lain. Manusia asing yang tidak pernah terlintas untuk hidup bersama. Namun, takdir Allah membuat kami saling kenal. Hingga janji suci terucap. Disaksikan Allah, Malaikat, dan orang-orang terkasih. Tak luput, mereka yang hadir meski hanya sekadar bayang. -Dwinov Swa-





No comments: