Beberapa
hari ini saya terusik akan berita mengenai eksekusi mati terpidana Mary Jane
Fiesta Veloso. Seorang ibu yang memiliki dua orang anak yang tertangkap membawa
heroin seberat 2,6 kilogram di Bandara Yogyakarta pada tahun 2010.
Persis
seperti buku yang pernah saya baca berjudul ‘CIUMLAH AKU DIUJUNG SUBUH’ sebuah
buku kumpulan cerpen. Salah satu cerpen yang berjudul persis seperti cover
buku, menceritakan tentang seorang wanita WNI yang berasal dari daerah yang
mengadu nasib di Ibu Kota Jakarta. Singkat cerita wanita WNI tersebut
berkenalan dengan pria WNA hingga memasuki ke jenjang pernikahan meskipun si
wanita tidak mengetahui latar belakang suaminya. Terkendala oleh bahasa wanita
tersebut hanya mengiyakan apa yang diperintahkan oleh suaminya. Suatu ketika,
suaminya menyuruhnya untuk mengantarkan sebuah bingkisan ke suatu alamat dan
setelahnya si suami memberikan uang kepada istrinya dengan alasan berterima
kasih karena telah membantunya. Kejadian seperti itupun terus berulang,
meskipun didalam hati si wanita berpikir dan bertanya tanya dalam hati. Dia
tidak menghiraukannya, karena dia hanya berpikir suaminya tetap
bertanggungjawab untuk menafkahinya dan dia mampu membiayai keluarga
dikampungnya. Hingga suatu malam, pintu rumah mereka digedor oleh teman
suaminya dengan raut muka cemas dan ketakutan. Mereka berbicara dengan bahasa
yang tak pernah dimengerti oleh si wanita. Dan akhirnya suaminya bergegas ke
kamar dan merapihkan barang-barang yang akan dibawanya dan berkata kepada si
wanita dengan bahasa Indonesia yang kaku ‘cepat ganti baju, kita akan pergi’.
Tak ada kesempatan untuk si wanita bertanya kepada suaminya, dia hanya menuruti
perintah suaminya dan lari keluar bersama teman-teman suaminya. Hingga mereka bertemu
sekumpulan polisi yang telah mengepung mereka. Seluruh polisi yang mengepung
mengaarahkan senjatanya kepada mereka, tanpa berpikir panjang suami wanita itu
berusaha melarikan diri dari polisi yang akhirnya dia tertembak dan mati. Kini
si wanita WNI tersebut berada di balik jeruji penjara dengan tuduhan SINDIKAT
PEREDARAN NARKOBA JARINGAN INTERNATIONAL dan menjadi narapidana yang akan di hukum
mati.
Saya
tidak pernah menyangka bahwa cerita pendek yang saya baca akan menjadi kisah
nyata. Mery Jane Fiesta Veloso bernasib persis sama seperti wanita dalam cerita,
menjadi kurir tanpa sepengetahuannya. Dia hanya wanita asal Negara Filipina
yang ingin menghidupi kedua anaknya dengan menjadi pembantu rumah tangga di negara
Malaysia. Yang akhirnya bertemu dengan sindikat peredaran narkoba jaringan
international yang mengaku sebagai perekrut pembantu rumah tangga. Dengan di
iming-imingi akan segera bekerja, akhirnya dia menjalankan perintah dari sindikat
tersebut. Mengantarkan barang yang berupa baju-baju tanpa sepengetahuannya
bahwa didalam baju-baju tersebut sudah diselipi heroin seberat 2,6 kilogram dan
diarahkan ke Indonesia. Hingga akhirnya Mery Jane ditangkap dan diadili tanpa
dipenuhi hak-haknya untuk dapat berbicara dalam bahasanya (bahasa inggrisnya
tak jelas dan dia tidak mengerti bahasa Indonesia) dan nasibnya kini menunggu
sang eksekutor untuk mengakhiri hidupnya.
Apakah
hukuman ini memang pantas disematkan oleh seorang wanita miskin yang memiliki
dua orang anak. Apakah seorang gembong narkotika hidup ditengah kemiskinan.
Saya dan bahkan siapapun yang membaca blog ini mengerti dengan sangat bahwa
Indonesia sedang memerangi narkotika. Namun hukuman mati tidak akan memberikan
efek jera terhadap PENJAHAT NARKOTIKA YANG SEBENARNYA. Hukuman mati adalah
cermin ketidakberdayaan penegakan hukum. Ketakutan yang ditutup tutupi oleh
PEMBUNUHAN BERENCANA.

Tidak
pernah ada hari baik untuk membunuh tapi tiap detik adalah baik untuk sebuah
pengampunan.
Bapak Presiden Joko Widodo mohon adili mereka yang bersalah bukan mereka yang menjadi
korban. Jadikan negara tercinta kami negara yang menjunjung tinggi HAK ASASI
MANUSIA.
Jakarta,
29 April 2015
Dwi
Noviyanti
Sumber
; Petisi charge.org https://www.change.org/p/presiden-jokowi-do2-aku-memilihmu-untuk-ham-tolong-jangan-bunuh-korban-perdagangan-manusia-selamatkan-maryjane
dan lain-lain .
No comments: