FILOSOFI HIDUP WALI SONGO DALAM BUKU PENANGSANG, KIDUNG TAKHTA ASMARA

 

gambaran tokoh wali songo dalam buku penangsang

Saya dikenalkan dengan sejarah Jawa melalui ziarah makam Wali Songo oleh ayahnya Wulan (mantan suami). Pertama kali, berkunjung ke Makam Sunan Kudus dan Sunan Kalijaga pada tahun 2015. Kebetulan neneknya Wulan dari ayahnya berasal dari Demak. Sehingga tiap bertolak kesana, selalu menyempatkan diri ziarah makam sunan yang terdekat.

Entah kenapa, tiap kali mengunjungi makam atau petilasan para wali, saya merasa senang dan nyaman. Sampai memiliki impian berkunjung ke makam Wali Songo bersama Wulan dan mama saya. 

Wisata Impian, Wisata Religi, Ziarah Makam Wali Songo

Namun, tiap kali diajak berziarah ke makam Wali Songo bersama ayahnya Wulan. Rasanya saya merasa ada terselip niat yang tidak wajar. Bukan semata-mata ingin mendoakan leluhur yang berjasa menyebarkan agama Islam, tetapi seperti ada tujuan lain. Saya susah menjelaskannya. Pokoknya bertolak belakang dengan pemahaman ajaran Islam yang saya pahami. Kejanggalan itu saya bawa sampai saat ini.

Hingga akhirnya, jalinan takdir membawa saya bertemu dengan sebuah novel sejarah, Penangsang: Kidung Takhta Asmara. Semua kejanggalan dalam hati mengenai Wali Songo terjawab dalam buku tersebut. Gambaran tokoh Wali Songo dalam buku Penangsang. Sungguh tergambar jelas bahwa Kanjeng Sunan seperti manusia biasa tanpa kesaktian yang selama ini terekam dalam benak masyarakat.

NOVEL BERSERI PENANGSANG

Penangsang, Kidung Takhta Asmara adalah sebuah buku novel sejarah yang di tulis oleh NasSirun PurwOkartun atau Kang Nas, nama sapaannya. Buku penangsang ini merupakan novel yang memiliki beberapa seri. Seri yang saya ketahui ada lima, yaitu:

  1. Penangsang, Tembang Rindu Balas Dendam
  2. Penangsang, Kidung Takhta Asmara
  3. Penangsang, Tarian Rembulan Luka
  4. Penangsang, Lukisan Sembilan Cahaya
  5. Penangsang, Sabda Kasih Sayang

Setelah membaca seri kedua Penangsang selama lima hari. Saya berniat memiliki kelima bukunya Kang Nas. Kadung jatuh cinta dengan sosok Penangsang dan ingin bertemu lagi dengan para Kanjeng Sunan.  Hayo, adakah yang bersedia mewakafkan buku-buku Penangsang ke saya. Akan saya terima dengan lapang dada, hehehe.

Saya larut dalam setiap kata penuh makna dalam buku yang berjumlah 672 lembar  dalam Penangsang seri kedua. Terutama setiap cerita yang berisi tentang pemaknaan hidup berdasarkan ajaran Islam yang disampaikan oleh Kanjeng Sunan.

Kang Nas dalam novel sejarah Penangsang, berhasil menjawab semua kejanggalan cerita tentang Wali Songo yang saya dengar selama ini. Tentang Islam Kejawen atau Islam Nusantara yang kerap kali menjadi perdebatan di kalangan tertentu.

Buku Penangsang membuat saya terhanyut dalam tiap kisahnya. Saya seolah diajak Kang Nas berada di masa abad ke – 16. Setiap penggambaran tempat, dialog, dan cara bertuturnya seolah diceritakan oleh orang yang benar-benar berada di masa itu.

Apalagi buku ini diperkaya dengan khasanah ilmu pengetahuan sejarah yang terlihat dari banyaknya catatan kaki. Babad, Tutur, Pasemon, atau bahan sejarah lainnya menjadi rujukan pembuatan novel ini. Sungguh membuat saya kagum. Seolah mengucur deras, keran air pengetahuan sejarah Tanah Jawa kepada saya. Tanpa harus menafsirkan Babad yang ditulis menggunakan Bahasa Jawa (maklum saya bukan orang Jawa). Matur suwun, Kang Nas. Berkat Penangsang saya jadi menikmati sejarah.

IDENTITAS BUKU

Adapun identitas buku, lengkapnya sebagai berikut:

Judul Buku: Penangsang, Kidung Takhta Asmara

Penulis: NasSirun PurwOkartun

Halaman: 672

Penerbit: Metamind, Creative Imprint of Tiga Serangkai

ISBN: 978-602-9251-01-2

Jenis tulisan: Fiksi, Sejarah

Tahun terbit: Cetakan I, 2011, Solo

RINGKASAN CERITA ARYA PENANGSANG

BLURB PENANGSANG: KIDUNG TAKHTA ASMARA

Sandyakalaning Demak Bintoro telah datang membayang. Kekhalifahan Islam yang telah setengah abad berdiri tegak sebagai penopang penyebaran Islam di Tanah Jawa itu, mulai kehilangan arah. Makin renggangnya hubungan antara ulama dan umara, perbedaan pemikiran di antara para ulama Dewan Wali, juga meninggalnya sultan, yang kemudian kepemimpinannya dilanjutkan oleh sosok yang buta dan sakit-sakitan, telah mengguncang sendi-sendi pemerintahan Kesultanan Demak Bintoro.

Dan, diantara kecamuk beragam persoalan, Mas Karebet makin lihai bermuslihat dalam mengincar takhta Demak. Penangsang, yang telah merenda kisah asmaranya pun, harus menjadi korban intrik perebutan kekuasaan. Bagi Mas Karebet, Penangsang dianggap penghalang utama cita-cita tertingginya.

Kisah kasih asmara yang romantis pun berpadu percik bara api pertikaian yang terus membara, bagai kidung takhta asmara yang mengalun sendu tanpa jeda.

ULASAN PENANGSANG: KIDUNG TAKHTA ASMARA

Sebenarnya saya bingung mau mengulas buku ini seperti apa. Jika bercerita panjang tentang Penangsang. Buku ini tidak banyak menampilkan tokoh utama tersebut.

HARYO PENANGSANG

Coba kita mulai dari, silsilah keturunan Arya Penangsang. Arya atau Haryo adalah gelar kebangsawanan tertinggi Jawa. Penangsang diberi gelar tersebut karena dia adalah anak pertama Pangeran Sekar yang merupakan anak dari Raden Patah (Sultan Demak Pertama). Dia pun menjadi murid kesayangan Sunan Kudus yang diberi kepercayaan menjadi Adipati Jipang.

Sosok Penangsang dalam buku ini tidak seperti yang sering kali digambarkan dalam setiap lakon pementasan ‘ketoprak’. Yang, wataknya digambarkan keras dan mudah marah. Namun, dalam buku, kalian akan bertemu dengan Penangsang yang berwibawa, pemimpin yang bijaksana, dan lelaki pemalu saat berhadapan dengan perempuan.

Ibu Penangsang, Sri Retno Panggung wafat setelah melahirkannya. Penangsang kurang mendapat belaian dari sosok perempuan semasa kecilnya. Sehingga saat dewasa, Adipati Jipang itu sangat menjaga jarak dari perempuan. Membuat Patih Matahun dan Nyai Gede Matahun (orang tua angkat Penangsang, Patih Jipang) turut mencarikan jodoh untuk anak angkatnya.

Pertemuan dengan calon istrinya berawal dari mimpi. Mimpi yang sama dan berulang kali dialami oleh Penangsang. Hingga dia meminta orang yang piawai dalam melukis untuk melukis seorang perempuan yang selalu menghantui tidurnya. Yang, kemudian dibantu orang tua angkatnya dan sang guru, Sunan Kudus untuk mencari perempuan dalam lukisan.

Bertemulah Penangsang dengan Sri Retno Puspitosari, murid Sunan Kudus. Perempuan yang dia temui dalam mimpi. Konon, sang perempuan memiliki wajah yang sama dengan ibunda Penangsang. Hingga akhirnya Penangsang dan Sri Retno Puspitosari menikah. 

(kisah asmara Penangsang dan Sri Retno Puspitosari membuat saya gemas dan senyum-senyum sendiri. Apalagi melihat Penangsang yang malu-malu tapi mau, hehehe).

MAS KAREBET

Mas Karebet, Adipati Pajang merupakan menantu dari Sultan Trenggono (Sultan Demak Ketiga). Bersifat kebalikan dari Penangsang. Digambarkan sosok yang haus kekuasaan atas takhta Demak. Padahal tidak memiliki silsilah keturunan langsung dalam trah Kesultanan Demak. Hingga siasat demi siasat dibangun untuk mewujudkan impiannya menjadi Sultan Demak. Dia dibantu oleh Ki Juru dan Panembahan dalam mengatur siasat.

(Mas Karebet yang kita kenal saat ini adalah nama asli dari Joko Tingkir)

Tujuan Mas Karebet menguasai Kesultanan Demak karena tidak ingin Tanah Jawa berkembang dengan kebudayaan Arab yang dibawa oleh para Wali Songo. Sementara, adiluhungnya budaya Jawa terus tersingkir karena tidak sesuai dengan ajaran Islam.

PERBEDAAN PENDAPAT PARA WALI SONGO

Terjdi perbedaan pemikiran antara para ulama Dewan Wali setelah wafatnya Sultan Demak Ketiga, Sultan Trenggono. Membuat Kesultanan Demak menjadi kosong tanpa ada yang memimpin. 

Sunan Kalijaga, Sunan Muria, dan Sunan Giri berpendapat bahwa Raden Bagus Mukmin, anak dari Sultan Trenggono-lah yang pantas naik takhta menggantikan Sang Ayah. 

Namun, Sunan Kudus dan Sunan Gunung Jati berpendapat bahwa Raden Bagus Mukmin tidak layak menjadi Sultan Demak Ketiga karena buta dan sakit-sakitan. Apalagi pada masa lalu, dia terlibat pembunuhan pamannya, Pangeran Sekar (ayah Penangsang). Sehingga mereka berpendapat bahwa Penangsang-lah yang pantas menjadi pemimpin.

Perbedaan pemikiran antara para ulama Dewan Wali dimanfaatkan oleh Mas Karebet. Demi memuluskan rencananya dia telah mengatur siasat bersama Ki Juru dan Panembahan. Dan, nasib baik berpihak kepada Mas Karebet. Sunan Kalijaga, Sunan Muria, dan Sunan Giri terpedaya dan berpihak kepadanya. Sehingga langkahnya untuk menduduki takhta berjalan sesuai harapan Mas Karebet.

FILOSOFI HIDUP WALI SONGO DALAM BUKU PENANGSANG, KIDUNG TAKHTA ASMARA

Diluar dari perebutan kekuasaan Kesultanan Demak Bintoro. Buku penangsang, Kidung Takhta Asmara banyak terselip muatan filosofi dari para sunan. Seperti yang saya katakana di awal. Bahwa membaca buku ini membuat pemikiran saya tercerahkan tentang Islam yang disebarkan oleh Wali Songo.

Saya sudah merangkum tiap kalimat yang memberi makna kehidupan. Berikut filosofi hidup Wali Songo dalam buku Penangsang, Kidung Takhta Asmara:

“ ... idzaa wussidal amru ilaa ghairi ahlihii, fantazhurus saa’ah. Bahwa kekuasaan yang diberikan kepada orang yang tidak tepat, hanyalah mengantarkan pada kehancuran.” Raden Bagus Mukmin, Sunan Prawoto (hal. 20)

“Ajining diri ono ing lathi. Seorang dihargai dari perkataannya …” Sunan Giri (hal. 87)

Andai-andai dan kalau saja itu memang seolah perkataan remeh-teme belaka. Namun, dibaliknya, kalau kita tidak hati-hati, ada makna yang seolah menafikan takdir ilahi.” Sunan Gunung Jati (hal. 145)

“Tanda keislaman yang paling nyata adalah keberanian. Ketakwaan dan keberanian adalah seperti dua saudara kembar yang lahir dari Rahim yang sama.” Sunan Gunung Jati (hal. 163)

Urip neng donya kuwi bebasan mampir ngombe, semua orang mungkin telah paham bahwa hidup di dunia hanyalah sebatas mampir minum saja. Dunia bukanlah kekekalan yang harus diperjuangkan mati-matian, melainkan hanya sebuah jalan menuju keabadian. Sayangnya, banyak orang yang sudah paham, tetapi justru dengan mudah melupakan.” Sunan Kalijaga (hal 206)

“ … Seorang anak ketika terjadi perselisihan dengan orang tuanya, ketika dimarahi, maka menunduklah. Menunduk adalah berani mengorbankan kepentingan diri sendiri, walaupun ia meyakini pendapatnya itu benar …” Sunan Kalijaga (hal.332)

“ … Kalau kita berdosa kepada Allah, kita cukup meminta pengampunan kepada-Nya. Namun, ketika bersalah kepada sesama manusia, Allah hanya akan memberikan ampunan-Nya ketika orang tersebut sudah memaafkan kesalahan perbuatan kita.” Sunan Kalijaga (hal. 511)

AKHIR KATA

Belajar hidup dari sejarah. Kalimat yang saya ciptakan ketika membaca buku Penangsang, Kidung Takhta Asmara. Ada banyak nasihat kehidupan yang sampai dalam relung hati saya.

Semoga saya berjodoh untuk bertemu Penangsang lagi di seri Penangsang lainnya.Terima kasih, ya, Kang Nas sudah membuat Penangsang. Belajar sejarah jadi sangat menyenangkan. 

gambaran tokoh wali songo dalam buku penangsang

FILOSOFI HIDUP WALI SONGO DALAM BUKU PENANGSANG, KIDUNG TAKHTA ASMARA FILOSOFI HIDUP WALI SONGO DALAM BUKU PENANGSANG, KIDUNG TAKHTA ASMARA Reviewed by Dwi Noviyanti on October 07, 2023 Rating: 5

No comments:

Followers

Powered by Blogger.